Lessons Learned from Samsung

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa pada tahun 1938, ada sebuah perusahaan di Korea yang membuat mie serta memperdagangkan sayuran, ikan dan buah-buahan. Meskipun sudah menjadi salah satu trading company terbesar saat itu, Lee Byung-chull, sang founder, tetap memperbesar usahanya sampai menjadi perusahaan yang sangat besar. Pada abad ke-21, perusahaan tersebut menjadi raksasa di berbagai industri, mulai dari elektronik, smartphone, semikonduktor, finance, chemical, entertainment, amusement park, otomotif, penerbangan, sampai pembuatan kapal besar. Dan kabarnya, grup perusahaan tersebut menjadi penyumbang ekspor terbesar (sekitar 20%) dari total ekspor Korea Selatan.

My first knowledge sharing seminar at SEIN. Newbie! XD

Think Smart. Work Hard.
Suatu hari, ketika makan siang di kantin, saya melihat video dokumentasi sejarah perusahaan di atas. Saat itu Korea baru saja mengalami perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Setelah perang usai, Lee mengembangkan usahanya di bidang tekstil dan gula, sebelum mulai fokus ke industri elektronik pada tahun 1969. Di video tersebut, diceritakan sejarah pengembangan Televisi dari TV hitam-putih, TV berwarna sampai menghasilkan LED 3D TV yang paling baik saat ini. Di video lainnya, ada sejarah pengembangan telefon seluler dari ponsel pertama yang diciptakannya sampai ponsel SGS yang laris di pasaran saat ini. Inti dari pemutaran video tersebut adalah untuk mengingatkan para engineer saat ini bahwa produk-produk unggulan tersebut bisa tercipta karena ada usaha kerja keras dari para engineer generasi sebelumnya. Kabarnya, engineer saat itu bekerja lebih dari 16 jam sehari untuk bisa menciptakan produk-produk tersebut demi bersaing dengan dominasi US dan Jepang di industri elektronika. Dan sekarang Samsung menjadi raksasa elektronika dunia.

Hard work really matters.
Saya jadi ingat dengan Thomas Alva Edison, orang yang jenius yang sesuai dengan definisinya, talented person who has done all of his homework. Ada salah satu kutipannya yang kurang populer (sedikit gila!), yang mungkin diadopsi oleh beberapa perusahaan dengan work pace tinggi.

I owe my success to the fact that I never had a clock in my workroom. Seventy-five of us worked twenty hours every day and slept only four hours and thrived on it. — Thomas Alva Edison.

Work Smart. Think Hard. Build Trust.
Terakhir kali saya berkunjung ke headquarter, ada slogan yang menarik yang ditampilkan di monitor di dalam lift di gedung R4, "Think Hard, Work Smart, Build Trust". Setiap orang diharapkan untuk berpikir lebih keras (tidak hanya berpikir cerdas) dan bekerja lebih cerdas (tidak hanya bekerja keras). Work smart berarti tiap orang diharapkan bekerja dengan cara yang kreatif, berkonsentrasi pada pekerjaan yang berarti, supaya ada keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Think hard berarti tiap orang diharapkan menyumbangkan ide-ide kreatif (apalagi yang bisa dipatenkan) dan saling berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Lalu, Build trust, hubungan kerja profesional itu didasari dengan trust yang dibentuk oleh setiap orang bahwa masing-masing akan mengerjakan bagiannya dengan baik.

Long story short, what I learned most from this Korean company is.. hard work really can beat talent (especially if talent doesn't work hard), just see how East Asian countries are running ahead European countries right now.

In the end, I thank Samsung for making me become a good engineer (I think XD). I really enjoy my time there working with international-class engineers to create world's best products. Hopefully, my new adventure here will also let me create best products with my freedom of creativity. Cheers! :)

PS: Draft tulisan ini sebenarnya sudah saya buat sejak lebih dari 2 bulan yang lalu, berbarengan dengan email bersubject "Thank You & Happy Chuseok / Have a Blessed Day". Sayangnya, membuat tulisan testimonial perpisahan itu ternyata susah sekali buat saya XD haha.. Beginilah jadinya :p