Bagi yang belum familiar, kata "Podcast" sebenarnya berasal dari kata "iPod" + "broadcast". Awalnya, sekitar tahun 2004, Podcast memang dipopulerkan oleh pengguna iPod yang mendengarkan konten audio dari sebuah website. File-file audio ini disindikasi dalam format RSS, sehingga umumnya berisi beberapa eposide yang biasanya di-upload secara berkala. Pendengar bisa men-download podcast per episode, atau langsung semua episode sekaligus.
"Great minds discuss ideas; average minds discuss events; small minds discuss people." – Eleanor Roosevelt |
Kali pertama saya mendengarkan Podcast mungkin sekitar tahun 2009. Saat itu 37signals (web development agency di US) baru launching podcast nya, obrolan seputar teknologi. Selain itu, saya juga beberapa kali mendengarkan podcasts buatan orang Indonesia, yaitu Teman Macet. Topiknya pun juga seputaran teknologi. Sayangnya, Teman Macet sudah tidak update lagi sejak 2011.
Saat itu mobile Internet belum secepat sekarang, jadi masih jarang orang yang streaming podcast secara mobile. Berbeda kondisinya dengan sekarang, di mana akses Internet jauh lebih baik, sehingga orang-orang sudah terbiasa streaming audio (Spotify, Joox, dsb) bahkan streaming video (YouTube, Netflix, dsb) secara mobile. Hal ini juga membuat Podcast kembali dinikmati.
Mengapa Podcast?
1. Pertumbuhan Pendengarnya TinggiDi US, lebih dari 50% warganya mendengarkan podcast. Trend yang sama kemungkinan besar akan diikuti oleh netizen di Indonesia, dimulai dari kota-kota besar. Lebih dari 20% pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulannya. Hasil riset DailySocial di tahun 2018 menunjukkan data bahwa 68% orang Indonesia sudah familiar dengan podcast.
2. User Engagement Relatif Lebih Tinggi
Orang-orang cenderung mengonsumsi konten lebih lama dengan podcast daripada dengan media yang lain. Ada banyak podcast yang memiliki durasi lebih dari satu jam per episode, dan surprisingly banyak juga yang mendengarkannya selama itu! Hal ini tentunya jauh sekali dibandingkan tulisan di blog yang umumnya cuma dibaca sekitar 2-3 menit, atau video di YouTube yang umumnya ditonton sekitar 4-5 menit.
3. Cocok untuk Multi-tasking
Podcast cocok dengan audience yang memiliki kesibukan dan mobility tinggi. Kita bisa mendengarkan dan belajar sesuatu dari podcast yang berfaedah, sambil mengerjakan hal-hal lainnya. Saya biasanya mendengarkan podcast sambil beres-beres apartemen, sambil sepedaan di CFD, atau sambil berkendara di tengah kemacetan Jakarta. Hal ini tidak bisa atau sangat sulit kita lakukan jika kita mencoba belajar dari YouTube karena ada unsur visual yang biasanya menyita lebih perhatian kita.
4. Melatihan Kemampuan Komunikasi
Podcasting membantu melatih kemampuan komunikasi saya, mulai dari persiapannya sampai ke proses produksi. Saat persiapan, saya harus melakukan research terlebih dahulu terhadap topik yang akan saya bicarakan. Saat produksi, saya harus melatih diri untuk memperbaiki diksi, alur cerita, artikulasi, dan intonasi suara saya. Menghilangkan "hm.." atau "eee.." dalam berkomunikasi adalah hal yang tidak mudah bagi saya, jadi ini harus sering dilatih. Selain itu, podcasting juga membantu saya meningkatkan relasi pertemanan saya, di mana saya akan mengundang teman-teman saya sebagai narasumber yang inspiratif.
Bagaimana Cara Memulai Podcast?
Karena saya juga seorang pemula dalam podcasting, jadi pada bagian ini sebenarnya saya sedang learning by doing (and sharing).1. PRE-PRODUCTION
Menurut saya ada lima hal yang perlu pikirkan sebelum kita mulai proses rekaman podcast, yaitu: target audience, tujuan, tema, branding, dan format episode.
-
Target Audience
Apakah kita mau menyasar kalangan profesional, anak sekolah, ibu rumah tangga, atau demografi yang lain? Laki-laki atau perempuan? Generasi Y atau Generasi Z? Semakin detail persona dari target audience kita, semakin baik untuk menentukan positioning podcast kita. -
Tujuan
Apakah kita membuat podcast ini hanya untuk sekadar sharing, atau mau soft-selling, atau bahkan mau hard-selling? -
Tema
Setelah kita menentukan target audience dan tujuan kita, barulah kita bisa menentukan tema konten podcast kita, yang tentunya harus disesuaikan dengan interest dari target audience. -
Branding
Tentukan apa nama podcast, deskripsi singkatnya, dan kategori podcast tersebut (bisa mengacu pada daftar kategori podcast yang ada di Spotify atau Apple Podcast). Sebaiknya buat juga artwork (podcast cover) supaya lebih menarik perhatian. -
Format Episode
Apakah kita mau monolog (solo storytelling), atau kita berdialog dengan narasumber (interview), atau kita undang host yang lain lalu ngobrol bersama-sama (multi-host), atau gabungan (hybrid) beberapa format? Lalu berapa lama durasi podcast kita? Sebaiknya format ini disesuaikan dengan preferensi dari target audience kita.
2. PRODUCTION
Ada dua metode yang bisa dilakukan saat proses produksi, yaitu rekaman langsung di tempat, atau rekaman jarak jauh.
-
Rekaman Langsung
Kita sebenarnya bisa mulai dari yang paling sederhana, yaitu smartphone + headset (atau clip-on microphone) + aplikasi Easy Voice Recorder. Jika mau naik level, bisa langsung menggunakan laptop + USB microphone + aplikasi perekam suara. Semakin advanced, investasi yang diperlukan pasti lebih besar, dan hasilnya pun biasanya relatif lebih baik. Untuk saat ini, saya menggunakan recorder Zoom H6 + mic Shure Beta 58A. -
Rekaman Jarak Jauh
Jika kita dan narasumber tidak di tempat yang sama, berarti rekaman harus dilakukan secara online. Untuk itu, pastikan semua pihak menggunakan koneksi Internet yang stabil. Rekaman bisa dilakukan dengan aplikasi virtual meeting yang biasa dipakai, tapi test dulu kualitas rekamannya. Untuk saat ini, khusus rekaman jarak jauh, saya menggunakan Zencastr (sebagai rekaman utama) + Zoom Meeting (sebagai feedback visual dan rekaman cadangan).
3. POST-PRODUCTION
Berdasarkan pengalaman saya, ada tiga hal yang perlu dilakukan setelah kita selesai rekaman podcast, yaitu: editing, publishing, dan marketing.
-
Editing
Setidaknya ada tiga bagian dalam suatu episode podcast, yaitu intro, main content, dan outro. Untuk intro & outro, sebaiknya kita pakai musik supaya terdengar lebih bagus. Kita bisa beli royalty-free music, jadi cukup bayar satu kali saja, supaya kita bisa terhindar dari masalah legal di kemudian hari. Lalu, biasanya kita juga tambahkan Voice Over (VO) yang menjelaskan sekilas podcast kita. Sedangkan di bagian main content, kita bisa edit secukupnya dengan aplikasi audio editor untuk memperjelas suara, menghilangkan noise, atau melakukan sensor pada kalimat tertentu. Saya biasanya menggunakan aplikasi GarageBand bawaan Mac untuk meng-edit podcast. -
Publishing
Setelah kita selesai editing podcast, kita perlu meng-upload file audio tersebut ke file hosting yang support RSS feed. Podcaster pro biasanya menggunakan layanan berbayar seperti Libsyn atau Blubrry untuk hosting podcast. Podcast pemula bisa memanfaatkan layanan gratis seperti Anchor. Setelah podcast kita sudah di-host dan online, selanjutnya kita perlu mempublikasikan ke berbagai platform, seperti Spotify, iTunes, Stitcher, SoundCloud, dsb. -
Marketing
Ada tiga channel utama yang wajib kita prioritaskan untuk memasarkan podcast kita, yaitu: website (supaya lebih terjangkau search engine), social media, dan rekomendasi dari podcaster lainnya.
Rekomendasi Podcast
Ada beberapa podcast yang rutin saya dengarkan, kebanyakan dari kategori business and technology, sesuai passion saya, meskipun kadang saya dengarkan juga podcast sepak bola dan politik. Podcast yang biasa saya dengarkan antara lain: The Tim Ferriss Show, The GaryVee Audio Experience, The Knowledge Project, Rework, The Heartbeat, dan Master of Scale with Reid Hoffman. Sementara itu, untuk podcast berbahasa Indonesia, sesekali saya mendengarkan BukaTalks (kalau topik narasumbernya menarik) dan Box2Box Football Podcast (terutama kalau Arsenal menangOya, saat ini saya sedang mengerjakan sebuah proyek podcast. Ide ini awalnya tercetus dari hasil refleksi saya, bahwa saya sering sekali mendapatkan banyak pelajaran hidup dan pelajaran bisnis, ketika saya berdiskusi dengan orang-orang di sekitar saya, mulai rekan-rekan di tempat kerja, klien-klien di korporasi, para startup founders, sampai dengan teman-teman volunteers. Oleh karena itu, saya mencoba untuk me-multiplikasi obrolan berfaedah tersebut ke podcast berikut ini, supaya semakin banyak orang yang terinspirasi.
THE SPECTRUM TALKS
Podcast ini saya inisiasi bersama teman-teman di Suitmedia (sebuah creative digital agency di mana saya berkarya), membahas tentang bisnis, teknologi, dan kewirausahaan. Podcast ini ditujukan ke pendengar dari kalangan business executives, supaya mendapatkan insight baru dari para narasumber. Di setiap episode Spectrum Talks, saya (dan nantinya rekan-rekan Suitmedia lainnya) akan mewawancari para business leaders, baik dari kalangan tech startup, maupun dari kalangan korporasi.
So, please subscribe to my podcast: The Spectrum Talks. It's available on Spotify, Google Podcasts, and Apple Podcasts. Hope you enjoy! :)
No comments :
Post a Comment